Catatan Sosiologi Tentang Teori Perilaku Menyimpang
Teori Perilaku Menyimpang
|
Teori Prilaku Menyimpang Berdasarkan Perspektif Sosiologis
1. Teori Labeling
Teori ini dikemukakan oleh Edwin M.Lemert, menurutnya seseorang berperilaku menyimpang karena proses labeling yang diberikan masyarakat kepadanya.
Labeling adalah pemberian julukan, cap, etiket, ataupun kepada seseorang. Pada awalnya seseorang melakukan “penyimpangan primer” karena itu sang pelaku penyimpangan mendapatkan cap (labeling) dari masyarakat. Karena adanya label tersebut, maka sang pelaku mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangan itupun menjadi suatu kebiasaan atau gaya hidup bagi pelakunya.
2. Teori Sosialisasi
Teori Sosialisasi menyatakan bahwa seseorang biasanya menghayati nilai-nilai dan norma-norma dari bebrapa orang yang dekat dan cocok dengan dirinya. Jadi, bagaimanakah seseorang menghayati nilai-nilai dan norma-norma sosial sehingga dirinya dapat melahirkan perilaku menyimpang. Ada dua penjelasan yang dapat di kemukakan. Pertama, Kebudayaan khusus yang menyimpang, yaitu apabila sebagian besar teman seseorang melakukan perilaku menyimpang maka orang itu mungkin akan berperilaku menyimpang juga. Sebagai contoh, beberapa study di Amerika, menunjukkan bahwa di kampung-kampung yang berantakan dan tidak terorganisir secara baik, perilaku jahat merupakan pola perilaku yang normal (wajar).
3. Teori Pergaulan Berbeda (Differential Association)
Teori ini diciptakan oleh Edwin H. Sutherland dan menurut teori ini penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Penyimpangan didapatkan dari proses alih budaya (cultural transmission) dan dari proses tersebut seseorang mempelajari subkebudayaan penyimpangan (deviant subculture). Contoh teori pergaulan berbeda : perilaku tunasusila, peran sebagai tunasusila dipelajari oleh seseorang dengan belajar yaitu melakukan pergaulan yang intim dengan para penyimpang (tunasusila senior) dan kemudian ia melakukan percobaan dengan melakukan peran menyimpang tersebut.
4. Teori Anomie
Konsep anomie di kembangkangkan oleh seorang sosiolog dari Perancis, Emile Durkheim. Istilah Anomie dapat diartikan sebagai ketiadaan norma. Konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan suatu masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai yang satu sama lain saling bertentangan. Suatu mayarakat yang anomis (tanpa norma) tidak mempunyai pedoman mantap yang dapat dipelajari dan di pegang oleh para anggota masyarakatnya. Selain Emile Durkheim ada tokoh lain yang mengemukakan tentang teori anomie yaitu Robert K. Merton, ia mengemukakan bahwa penyimpangan terjadi melalui struktur sosial. Menurut Merton struktur sosial dapat menghasilkan perilaku yang konformis (sesuai dengan norma) dan sekaligus perilaku yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan. Merton berpendapat bahwa struktur sosial mengahasilkan tekanan kearah anomie dan perilaku menyimpang karena adanya ketidakharmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Merton ada lima tipe cara adaptasi individu untuk mencapai tujuan budaya dari yang wajar sampai menyimpang, yaitu sebagai berikut:
a. Konformitas (Conformity)
Konformitas merupakan sikap menerima tujuan budaya dengan cara mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan oleh masyarakat.
Contoh : seseorang yang ingin menjadi orang kaya berusaha untuk mewujudkannya dengan menempuh pendidikan tinggi dan bekerja keras.
b. Inovasi (Innovation)
Inovasi merupakan sikap menerima secara kritis cara-cara pencapaian tujuan yang sesuai dengan nilai budaya sambil menempuh cara-cara batu yang belum biasa atau tidak umum dilakukan.
Contoh : seseorang yang ingin menjadi orang kaya, tetpai kedudukannya di tempat tidak memungkinkan memperoleh gaji besar, sehingga ia melakukan jalan pintas memperoleh rasa aman saja.
c. Ritualisme (Ritualism)
Ritualisme merupakan sikap menerima cara-cara yang diperkenalkan secara cultural, namun menolak tujuan-tujuan kebudayaan, sehingga perbuatan ritualisme berpegang teguh pada kaida-kaidah yang berlaku namun mengorbankan nilai sosial budaya yang ada.
Contoh : seorang karyawan bekerja tidak untuk memperoleh kekayaan, tetapi hanya sekedar memperoleh rasa aman saja.
e. Pengasingan Diri (Retreatism)
Pengasingan diri merupakan sikap menolak tujuan-tujuan ataupun cara-cara untuk mencapai tujuan yang telah menjadi bagian kehidupan masyarakat ataupun lingkungan sosialnya.
Contoh : para pemabuk dan pemakai narkoba yang seakan-akan berusaha melarikan diri dari masyarakat dan lingkungan.
f. Pemberontakan (Rebeliion)
Pemberontakan merupakan sikap menolak sarana dan tujuan-tujuan yang disahkan oleh budaya masyarakat dan menggantikan dengan cara yang baru.
Contoh : kaum pemberontak yang memperjuangkan ideologinya melalui perlawanan bersenjata. Dari kelima tipe diatas, tipe cara adaptasi konformitaslah yang merupakan bentuk perilaku yang tidak menyimpang, sedangkan ke-empat tipe adaptasi lainnya termasuk dalam bentuk perilaku yang menyimpang.
Untuk memperjelas pemahaman anda mengenai tipe cara adaptasi individu menurut Merton, perhatikan skema di bawah ini:
- Tipe Cara Adaptasi Tujuan Budaya Cara-Cara yang Melembaga Konformitas Inovasi Ritualisme Pengasingan diri Pembenrontakan (+ + - - ± + - + - ±)
- Keterangan : (+) : sikap menerima (-) : penolakan (±) : penolakan terhadap nilai-nilai yang berlaku dan upaya menggantinya dengan nilai-nilai baru.
Teori Prilaku Menyimpang Berdasarkan Perspektif Psikologis
Sedangkan berdasarkan Sudut Pandang Psikologi Seorang tokoh psikolog asal Australia yang terkenal dengan teori psikoanalisasinya bernama Sigmund Freud (1856-1939) menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga bagian penting, yaitu berupa hal-hal sebagai berikut:
- Id, adalah bagian dari yang bersifat tidak sadar, nalurilah, dan mudah terpengaruh oleh gerak hati.
- Ego, adalah bagian diri yang bersifat sadar dan rasional yang berfungsi menjaga pintu kepribadian.
- Supergo, adalah bagian dari diri yang telah mengabsorbsi (menyerap) nilai-nilai cultural yang berfungsi sebagai suara hati.
Menurut Fried perilaku menyimpang dapat terjadi pada diri seseorang apabila id terlalu berlebihan sehingga tidak terkontrol dan muncul bersamaan dengan superegoyang tidak aktif, sementara dalam waktu yang bersamaan ego tidak berhasil memberikan perimbangan.
Teori Menyimpang Berdasarkan Perspektif Biologis
Berdasarkan Sudut Pandang Biologi Sheldon mengidentifikasikan tipe tubuh menjadi tiga tipe dasar,yaitu sebagai berikut:
- Endomorph (bundar, halus, dan gemuk)
- Mesomorph (berotot dan atletis)
- Ectomorph (tipis dan kurus)
Setiap tipe tubuh mempunyai kecenderungan sifat-sifat kepribadian.
Contohnya, penjahat pada umumnya bertipe mesomorph. Sedangkan Cesare Lombroso, seorang kriminologi dari Italia berpendapat bahwa orang jahat memiliki ciri-ciri ukuran rahang dan tulang pipi panjang, memiliki kelainan pada mata yang khas, tangan dan jari-jari relative besar, dan susunan gigi abnormal.
Adapun tipe pelaku kriminal menurut Casare Lomboso adal sebagai berikut : “ Teori biologis mendapat banyak kritikan dan diragukam kebenarannya, sehingga para ilmuwan sosial beranggapan bahwa factor biologis merupakan factor yang secara relative tidak penting pengaruhnya terhadap penyimpangan perilaku”.
Teori Menyimpang Berdasarkan Perspektif Kriminologis
Teori Konflik Berdasarkan teori ini terdapat dua macam konflik, yaitu sebagai berikut:
1. Konflik Budaya
Dalam suatu masyarakat dapat terjadi konflik budaya etika dalam masyarakat tersebut terdapat sejumlah kebudayaan khusus dimana setiap kebudayaan khusus tersebut cenderung tertutup sehingga mengurangi kemungkinan adanya kesepakatan nilai. Sejumlah norma yang bersumber dari kebudayaan khusus yang berbeda saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya dan dapat menimbulkan kondisi anomie.
2. Konflik Kelas Sosial
Konflik kelas sosial dapat terjadi di masyarakat ketika suatu kelompok membuat peraturan sendiri untuk melindungi kepentingan, sehingga terjadilah eksploitasi kelas atas terhadap kelas bawah. Orang-orang yang menentang hak-hak istimewa kelas atas dianggap berperilaku menyimpang dan di cap sebagai penjahat.
3. Teori Pengendalian
Teori pengendalian beranggapan bahwa masyarakat sebenarnya mmiliki kesepakatan tentang nilai-nilai tertentu yang menjadi dasar suatu perilaku dapat dikatakan menyimpang atau tidak. Pengendalian itu mencangkup dua bentuk, yaitu pengendalian dari dalam dan pengendalian dari luar.
Pengendalian dari dalam berupa norma yang dihayati dan nilai yang dipelajari oleh seseorang melalui proses sosialisasi.
Contohnya, nilai-nilai dan norma sosial yang diperoleh dari lembaga keluarga, lembaga sekolah dan masyarakat yang mengharuskannya untuk menghormati sesame manusia. Pengendalian dari luar adalah imbalan sosial terhadap kepatuhan dan sanksi yang diberikan kepada setiap tindak penyimpangan atau pelanggaran nilai dan norma dominan. Misalnya, jika seseorang melanggar norma pergaulan sosial maka ia akan dijatuhi sanksi oleh masyarakatnya.
Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seseorang tidak terjadi begitu saja tanpa ada sebab-sebab yang menyertainya, karena perilaku menyimpang berkembang melalui suatu periode waktu-waktu tertentu sebagai hasil dari serangkaian tahapan interaksisosial dan adanya kesempatan untuk berperilaku menyimpang.
Adapun sebab atau faktor-faktor terjadinya perilaku menyimpang antara lain yaitu:
1. Hasil Sosialisasi yang Tidak Sempurna ( Ketidaksanggupan Menyerap Norma-Norma Kebudayaan)
Apabila proses sosialisasi tidak sempurna, maka dapat melahirkan suatu perilaku menyimpang. Proses sosialisasi tidak sempurna terjadi karena nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi yang dijalankan, sehingga seseorang tidak memprhitungkan resiko yang terjadi apabila ia melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku.
Contoh perilaku menyimpang akibat ketidaksempurnaan proses sosialisasi dalam keluarga, bahwa anak-anak yang melakukan kejahatan cenderung berasal dari keluarga yang retak/rusak, artinya ia mengalami ketiksempurnaan dalam proses sosialisasi dalam keluarganya.
2. Proses Belajar yang Menyimpang
Proses belajar ini terjadi karena melalui interaksi sosial dengan orang lain terutama dengan orang-orang yang memiliki perilaku menyimpang dan sudah berpengalaman dalam hal menyimpang.
3. Ketegangan antara Kebudayaan dan Struktur Sosial
Apabila peluang untuk mencari cara-cara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak diberikan, maka muncul kemungkinan akan terjadinya perilaku menyimpang.
Contoh pada masyarakat feodal tuan tanah memiliki kekuasaan istimewa atas warga yang berstatus buruh tani atau penyewa sehingga tuan tanah dapat melakukan tindakan sewenang-wenang pada para buruh atau penyewa tanah yaitu dengan menurunkan upah ataupun kenaikan harga sewa. Apabila kesewenang-wenangan itu terjadi secara terus-menerus, maka dapat memicu terjadinya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh buruh dan penyewa tanah yaitu dengan melakukan kekerasan, perlawanan, penipuan, atau bahkan pembunuhan.
4. Ikatan Sosial yang Berlainan
Hasil Sosialisasi dari Nilai-Nilai Subkebudayaan yang Menyimpang.
Akibat Perilaku Menyimpang
Seorang perilaku penyimpangan senantiasa berusaha mencari kawan yang sama untuk bergaul bersama, dengan tujuan supaya mendapatkan “teman”. Lama-kelamaan berkumpullah berbagai individu pelaku penyimpangan menjadi penyimpangan kelompok, akhirnya bermuara pada penentangan terhadap norma masyarakat. Dampak yang ditimbulkan selain terhadap individu juga terhadap kelompok atau masyarakat. Dampak apa saja yang ditimbulkan adanya tindak penyimpangan terhadap kelompok masyaraka. Antara lain yaitu:
1. Kriminalitas tindak kejahatan
Tindak kekerasan seorang kadangkala hasil penularan seorang individu lain, sehingga tindak kejahatan akan muncul berkelompok dalam masyarakat.
Contoh : seorang residivis dalam penjara akan mendapatkan kawan sesama penjahat, sehingga sekeluarnya dari penjara akan membentuk “kelompok penjahat” , sehingga dalam masyarakat muncullah kriminalitas-kriminalitas baru.
2. Terganggunya keseimbangan sosial
Robert K. Merton mengemukakan teori yang menjelaskan bahwa perilaku menyimpang itu merupakan penyimpangan melaliu struktur sosial. Karena masyarakat merupakan struktur sosial, maka tindak penyimpangan pasti akan berdampak terhadap masyarakat yang akan mengganggu keseimbangan sosialnya.
Contoh: Pemberontakan, pecandu obat bius, gelandangan, pemabuk, dsb.
3. Pudarnya nilai dan norma
Karena pelaku penyimpangan tidak mendapatkan sanksi yang tegas dan jelas, maka muncullah sikap apatis pada pelaksanaan nilai-nilai dan norma masyarakat. Sehingga nilai dan norma menjadi pudar kewibawaannya untuk mengatur tata tertib dalam masyarakat. Juga karena pengaruh globalisasi di bidang informasi dan hiburan memudahkan masuknya pengaruh asing yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia mampu memudarkan nilai dan norma, karena tindak penyimpangan sebagai eksesnya.
Contoh : karena pengaruh film-film luar yang mempertontonkan tindak penyimpangan yang dianggap hal-hal yang wajar disana, akan mampu menimbulkan orang yang tidak percaya lagi pada nilai dan norma di Indonesia.
Jadilah yang pertama berkomentar di postingan "Catatan Sosiologi Tentang Teori Perilaku Menyimpang"
Posting Komentar